
Teco dan Bali United: Akhir dari Proyek Besar yang Kehilangan Greget
Kita bicara soal pelatih yang bukan cuma paham taktik, tapi juga tahu cara memenangkan pertandingan. Stefano Cugurra, atau yang akrab disapa Teco, adalah nama yang identik dengan sukses di Liga 1. Tapi seperti biasa, di sepak bola, semua yang naik pasti akan turun. Dan sekarang, grafik Teco bersama Bali United jelas lagi melandai.
Setelah kekalahan 1-2 dari Persib Bandung, Teco umumkan perpisahan. Ya, ini bukan kejutan besar. Siapa yang nonton performa Bali United musim ini pasti tahu, tim ini kehilangan arah. Dan kalau sebuah tim kehilangan arah, pelatihnya yang pertama kena semprit.
Prestasi Nggak Bohong, Tapi Sepak Bola Itu Tentang Konsistensi
Oke, mari kita bahas prestasi. Teco bawa Bali United juara Liga 1 dua kali: 2019 dan 2021/2022. Sebelumnya dia juga juara bareng Persija di 2018. Catatan fantastis. Tiga gelar, dua klub berbeda. Itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan pelatih medioker.
Tapi, ingat, kita hidup di dunia hasil. Kalau cuma nostalgia sama prestasi masa lalu, ya ngapain klub masih bayar pelatih tiap bulan? Sekarang kita bicara soal kondisi real: sampai pekan ke-30 musim ini, Bali United di posisi 11 klasemen. Poin? 41. Itu jelas jauh di bawah ekspektasi tim yang biasa bersaing di papan atas.
Baca Juga: Hasil Liga Champions: Real Madrid Unggul di Derby, Arsenal Pesta Gol
Bukan Soal Umur Pemain, Tapi Kapan Regenerasi Dimulai?
Satu hal yang sering jadi perdebatan: pemilihan pemain. Teco dikenal loyal pada pemain senior. Leonard Tupamahu, Michael Orah, dan nama-nama sejenis—di tim lain mungkin udah jadi pelatih fisik. Tapi di tangan Teco, mereka masih starter.
Apakah itu salah? Enggak juga. Tapi masalahnya regenerasi di Bali United seperti mandek. Ketika fisik pemain senior menurun, permainan tim pun ikut terseret. Ini yang bikin banyak pendukung frustrasi. Ada suara-suara nyinyir yang menyebut Bali United sebagai “Guling-guling FC”—dan jujur aja, itu ada benarnya.
Catatan Statistik? Bagus. Tapi Musim Ini Gagal Total
Di masa jayanya, Bali United mencatat 75 poin di musim 2021/2022. Itu rekor poin tertinggi di era Liga 1. Kita nggak bisa abaikan itu. Tapi sekarang? Tidak ada kreativitas di lini tengah, pertahanan keropos, serangan sering mentok. Ini bukan cuma masalah pemain, ini soal sistem yang udah gak jalan.
Permainan Bali United jadi predictable. Lawan sudah tahu skemanya. Dan ketika itu terjadi di sepak bola modern, tinggal tunggu waktu sampai hasil buruk datang bertubi-tubi.
Waktunya Pisah Jalan
Jadi ketika Teco memutuskan mundur? Itu langkah tepat. Kadang, pelatih dan klub butuh ruang untuk bernapas. Dan kalau fans udah mulai bosan dengan gaya bermain tim, berarti ada yang harus berubah.
Ke mana Teco akan melatih musim depan? Mungkin ke Persija lagi, mungkin ke Persebaya. Tapi satu hal pasti: dia masih punya nilai jual tinggi. Tapi kali ini, dia harus datang dengan konsep baru. Karena sepak bola Indonesia makin berkembang, dan taktik 2019 nggak akan terus relevan di 2025.
Leave a Reply